Skip to main content

Posts

Cerita dari Wajah-wajah Asing #1

Di kota minim interaksi ini, aku meromantisasi keterasingan. Alam di sini sangat indah. Infrasturktur juga berdiri kokoh dengan keteraturannya yang luar biasa. Namun, kehangatan manusia di sini serupa dengan  cuaca di bulan Januari.  Di waktu yang sama dan tempat yang sama aku menciptakan cerita sendiri tentang wajah-wajah asing itu.  Setiap pagi kala aku mengantarkan anakku pergi ke sekolah. Di seberang lampu merah itu, ada laki-laki mungkin menjelang 40. Dia selalu bersandar di gedung dekat lampu merah itu sambil mengenakan jaket berwarna hijau army-nya itu. Dia menatap jalan seraya menikmati rokok yang dipegangnya di ujung-ujung jarinya. Dia terlihat lelah. Tapi, mungkin itu yang dilihatnya juga ketika melihatku. Mungkin begitulah hidup di fase-fase usia itu. Lelah tapi harus tetap berusaha. Enggan tapi tak ada pilihan.  Setiap kali melintasinya, aku ingin seraya berkata "Semoga harimu menyenangkan". Namun,  kalimat itu tentu saja hanya terucap di benakku tan...
Recent posts

Memori tentang Ibu

Beberapa hari yang lalu adalah hari ibu. Tak banyak memori masa kecil yang aku ingat tentang ibu. Mungkin sebelum aku lupa, aku ingin menuliskannya.  #1 Sebelum Ibu meninggal 1 September 1996. Aku terbangun di subuh itu. Mungkin pukul 2 atau pukul 3 pagi. Aku tak ingat betul jam berapa. Aku menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Selepas buang air kecil, aku kembali ke kamar. Kamarku dan kamar ibu bersebelahan, desain khas rumah tipe 36. Aku lihat ibu duduk di tepi kamar tidur. Ibu memanggilku.  Lantas aku menghampiri ibu di kamarnya. Ibu memelukku seraya berkata "fina jangan suka ngambek ya", begitu katanya dalam bahasa jawa. Aku mengangguk. Ibu menciumku sebelum aku kembali ke kamar tidurku. Aku kembali tertidur. Mungkin tak lama setelah itu aku terbangun karena mendengar suara tangisan kakakku. Aku membatin, mungkin Ibu meninggal. Aku ke kamar ibu. Semua orang menangis. Aku melihat ibu sudah terbaring dan kakakku yang menangis meraung-raung melihat jenazah ibu.  Ibu ...

Pelik

Apa profesi yang paling pelik di dunia? tentu saja aku menjawab menjadi ibu. Sekali lagi, aku harus bilang, ini menurutku.  Minggu kemarin, anakku menginap si sekolah. Alih-alih aku merasa senang karena malam bisa hening, ternyata aku susah tidur. Aku merindukan gamila. Lalu, malam itu pun berakhir dengan aku bekerja di depan layar laptop sepanjang malam. Namun, satu hal yang lucu lagi. Saat dia sudah tiba di rumah kami bersitegang lagi. Sambil aku bergumam dalam hati, Ya Allah aku butuh ketenangan. Memang lucu.  Lalu, ada hal yang lebih membingungkan lagi.  Menjadi ibu adalah hal yang pelik saat kita berkerja. Saat kita sangat passionate dengan pekerjaan, seorang ibu di sisi lain merasa gagal karena tidak bisa membersamai anak. Lebih buruk lagi, kadang kita dibilang mengorbankan kemajuan anak karena kita sibuk meraih cita-cita kita. Sungguh pelik dan membingungkan.  Masih di tengah kepelikan ini, aku menyesap kopi pada pukul 9 malam hari ini. Aku berharap, badanku b...

Perkara Akhir Pekan

Tidak pernah terbayangkan olehku, akhir pekan bisa menjadi rumit.  Di kurun waktu yang sempit itu, banyak sekali yang harus dilakukan. Sebagian pikiran dan raga ingin berdiam diri saja tidak berkerja atau memikirkan apa-apa. Tapi ada yang berkata "hai, ini waktunya bersosialisasi dengan banyak orang".  Di sisi yang lain, ada perabot berantakan yang menuntut untuk dirapikan.  Tak lupa, dari dalam lemari pendingin ada yang menyahut "akhir pekan adalah waktu yg tepat untuk menyiapkan makanan seminggu ke depan". Saat otak masih belum menentukan kemana raga ini bergerak, ada anak berusia enam tahun menuntut pergi ke taman untuk jalan-jalan.  "Ibu, ayo main kan ini hari libur", begitu ujarnya. Lalu aku menengok prakiraan cuaca di gawaiku. Sial, ini hari yang berangin dan dingin.  Aku bingung dan belum menentukan akan kemana. Apa sebaiknya kita menarik selimut saja? 

Daun yang Berubah Warna

Pada bulan ini, daun-daun mulai berganti warna. Beberapa sahabat yang telah menyelasaikan studinya kembali ke Indonesia. Lalu, datang juga beberapa teman baru. Semua berganti begitu cepat.  Di masa daun berguguran ini, ada juga yang berubah. Perasaan sedih yang sempat menghampiri di waktu-waktu kemarin perlahan beranjak berganti perasaan yang penuh semangat. Entah hanya sementara atau akan bertahan lebih lama. Yang jelas, aku menyukai ini. Membuatku sedikit merasa semangat mengerjakan tesis yang semakin lama terasa semakin susah ini.  Ternyata menyisipkan doa agar Allah selalu memberi perasaan bahagia dan hati yang tenang sungguh perlu di usia sekarang mungkin. Tidak muluk-muluk ingin harta melimpah atau lainnya. Tapi kalo Allah kasih juga saya makin senang :). Toh, diakui atau tidak, semua masalah bebannya berkurang kalo banyak uang. Desu ne ..

Tiga Puluh Tujuh

 Akhir bulan Juli ini, saya menginjak usia tiga puluh tujuh. Alhamdulillah.  Alih-alih merasa tua seperti yang saya rasakan saat ulang tahun di tahun-tahun sebelumnya, tahun ini saya merasa senang di usia ini. Alhamdulillah sehat dan berdaya. Di usia ini hidup tenang karena finansial aman. Tidak kaya, namun relatif aman. Itu cukup sudah. Biarpun kadang sering sedih, namun jika dipikir-pikir banyak sekali berkat Allah yang diberikan pada saya.  Di usia ini saya tiba-tiba teringat suatu momen di saat saya 27 tahun. Di suatu hari, saya bertemu dengan rekan kerja saya yang usianya bertaut 10 tahun. Beliau berusia 37 tahun saat itu. Saya mengamati barang yang dia bawa saat itu obat mag, obat sakit kepala, dan essential oil yang pada saat itu saya percaya itu cuma scam.  Lalu seketika saya tersenyum ketika membuka laci meja kerja saya yang isinya bodrex migra, mylanta, dan juga fresh care. Yak, saya sedikit jompo. Tapi tak mengapa, kita nikmati saja.  Lalu, di usia in...

Berbincang dengan Psikolog

Di musim panas yang meriah ini, ada hari dimana saya merasa hari saya terasa mendung. Semua terasa dingin seperti layaknya musim dingin. Di hari-hari itu, saya memutusakan untuk ke psikolog gratisan yang disediakan oleh kampus.  "Apa yang anda rasakan?", begitu tanyanya.  " I felt overwhelmed ", saya menjawab.  Dari situ Ibu itu mengurai satu-satu keruwetan di pikiran saya. Menghadiri sesi psikolog tak serta merta membuat bahagia atau lega. Ada satu waktu, saya merasa sesi konsultasi ini membat saya merasa lebih terbebani. Ada hal yang serta merta saya ingin lupakan, tapi jadi kembali ke permukaan.  Bisa jadi, mungkin itulah prosesnya.  Ada satu waktu, saya mengutarakan bahwa saya merasa gagal karena tidak bisa melakukan sesuatu dengan baik karena satu dan lain hal. Lalu, beliau memberi sebuah perumpamaan.  " Isi gelas satu orang dengan gelas yang lain itu sangat berbeda. Beban kamu dengan beban orang lain tentu beda. Somehow, beban kamu bisa saja lebih be...