Skip to main content

Posts

Pelik

Apa profesi yang paling pelik di dunia? tentu saja aku menjawab menjadi ibu. Sekali lagi, aku harus bilang, ini menurutku.  Minggu kemarin, anakku menginap si sekolah. Alih-alih aku merasa senang karena malam bisa hening, ternyata aku susah tidur. Aku merindukan gamila. Lalu, malam itu pun berakhir dengan aku bekerja di depan layar laptop sepanjang malam. Namun, satu hal yang lucu lagi. Saat dia sudah tiba di rumah kami bersitegang lagi. Sambil aku bergumam dalam hati, Ya Allah aku butuh ketenangan. Memang lucu.  Lalu, ada hal yang lebih membingungkan lagi.  Menjadi ibu adalah hal yang pelik saat kita berkerja. Saat kita sangat passionate dengan pekerjaan, seorang ibu di sisi lain merasa gagal karena tidak bisa membersamai anak. Lebih buruk lagi, kadang kita dibilang mengorbankan kemajuan anak karena kita sibuk meraih cita-cita kita. Sungguh pelik dan membingungkan.  Masih di tengah kepelikan ini, aku menyesap kopi pada pukul 9 malam hari ini. Aku berharap, badanku bisa terjaga lebih l
Recent posts

Perkara Akhir Pekan

Tidak pernah terbayangkan olehku, akhir pekan bisa menjadi rumit.  Di kurun waktu yang sempit itu, banyak sekali yang harus dilakukan. Sebagian pikiran dan raga ingin berdiam diri saja tidak berkerja atau memikirkan apa-apa. Tapi ada yang berkata "hai, ini waktunya bersosialisasi dengan banyak orang".  Di sisi yang lain, ada perabot berantakan yang menuntut untuk dirapikan.  Tak lupa, dari dalam lemari pendingin ada yang menyahut "akhir pekan adalah waktu yg tepat untuk menyiapkan makanan seminggu ke depan". Saat otak masih belum menentukan kemana raga ini bergerak, ada anak berusia enam tahun menuntut pergi ke taman untuk jalan-jalan.  "Ibu, ayo main kan ini hari libur", begitu ujarnya. Lalu aku menengok prakiraan cuaca di gawaiku. Sial, ini hari yang berangin dan dingin.  Aku bingung dan belum menentukan akan kemana. Apa sebaiknya kita menarik selimut saja? 

Daun yang Berubah Warna

Pada bulan ini, daun-daun mulai berganti warna. Beberapa sahabat yang telah menyelasaikan studinya kembali ke Indonesia. Lalu, datang juga beberapa teman baru. Semua berganti begitu cepat.  Di masa daun berguguran ini, ada juga yang berubah. Perasaan sedih yang sempat menghampiri di waktu-waktu kemarin perlahan beranjak berganti perasaan yang penuh semangat. Entah hanya sementara atau akan bertahan lebih lama. Yang jelas, aku menyukai ini. Membuatku sedikit merasa semangat mengerjakan tesis yang semakin lama terasa semakin susah ini.  Ternyata menyisipkan doa agar Allah selalu memberi perasaan bahagia dan hati yang tenang sungguh perlu di usia sekarang mungkin. Tidak muluk-muluk ingin harta melimpah atau lainnya. Tapi kalo Allah kasih juga saya makin senang :). Toh, diakui atau tidak, semua masalah bebannya berkurang kalo banyak uang. Desu ne ..

Tiga Puluh Tujuh

 Akhir bulan Juli ini, saya menginjak usia tiga puluh tujuh. Alhamdulillah.  Alih-alih merasa tua seperti yang saya rasakan saat ulang tahun di tahun-tahun sebelumnya, tahun ini saya merasa senang di usia ini. Alhamdulillah sehat dan berdaya. Di usia ini hidup tenang karena finansial aman. Tidak kaya, namun relatif aman. Itu cukup sudah. Biarpun kadang sering sedih, namun jika dipikir-pikir banyak sekali berkat Allah yang diberikan pada saya.  Di usia ini saya tiba-tiba teringat suatu momen di saat saya 27 tahun. Di suatu hari, saya bertemu dengan rekan kerja saya yang usianya bertaut 10 tahun. Beliau berusia 37 tahun saat itu. Saya mengamati barang yang dia bawa saat itu obat mag, obat sakit kepala, dan essential oil yang pada saat itu saya percaya itu cuma scam.  Lalu seketika saya tersenyum ketika membuka laci meja kerja saya yang isinya bodrex migra, mylanta, dan juga fresh care. Yak, saya sedikit jompo. Tapi tak mengapa, kita nikmati saja.  Lalu, di usia ini saya menyadari menanya

Berbincang dengan Psikolog

Di musim panas yang meriah ini, ada hari dimana saya merasa hari saya terasa mendung. Semua terasa dingin seperti layaknya musim dingin. Di hari-hari itu, saya memutusakan untuk ke psikolog gratisan yang disediakan oleh kampus.  "Apa yang anda rasakan?", begitu tanyanya.  " I felt overwhelmed ", saya menjawab.  Dari situ Ibu itu mengurai satu-satu keruwetan di pikiran saya. Menghadiri sesi psikolog tak serta merta membuat bahagia atau lega. Ada satu waktu, saya merasa sesi konsultasi ini membat saya merasa lebih terbebani. Ada hal yang serta merta saya ingin lupakan, tapi jadi kembali ke permukaan.  Bisa jadi, mungkin itulah prosesnya.  Ada satu waktu, saya mengutarakan bahwa saya merasa gagal karena tidak bisa melakukan sesuatu dengan baik karena satu dan lain hal. Lalu, beliau memberi sebuah perumpamaan.  " Isi gelas satu orang dengan gelas yang lain itu sangat berbeda. Beban kamu dengan beban orang lain tentu beda. Somehow, beban kamu bisa saja lebih berat&

Bulan Keenam

Bulan keenam di tahun ini ditandai dengan berbagai festival yang mulai diselenggarakan di berbagai tempat. Saya menghadiri dua festival di bulan ini. Orang-orang sangat ramai, menikmati cuaca yang hangat. Semua membawa karpetnya, merebahkan tubuh menikmati matahari. Mereka bersenda gurau dengan teman sambil memakan eskrim yang segar.  Lahir dan tumbuh di negara tropis membuat saya tidak menyadari betapa "mahal"nya cahaya matahari. Semua terlihat biasa. Namun, di sini kita merayakan matahari yang bersinar. Daun-daun yang tumbuh hijau dengan gradasinya, bunga yang berwarna-warni, petani mulai menanam benihnya, dan suara burung yang yang beraneka ragam. Ternyata, setelah musim dingin yang lama, tanaman dan bunga liar pun nampak indah di sini.  Kadang pernah terpikir, kenapa kita tidak terlalu menikmati cahaya matahari saat di Indonesia? Mungkin jawabannya adalah karena itu tersedia tak terbatas. Jika di Sapporo ini cahaya matahari melambangkan rasa bahagia, kenapa di Indonesia k

Lebih Dari Seratus Persen

Jika seorang ibu ditanya berapa persen cintanya diberikan untuk anaknya? bisa jadi semua kan menjawab lebih dari seratus persen. Bisa jadi dua ratus persen. Semua hidupnya untuk anaknya.  Ternyata memiliki anak menyadarkan saya  apa yang selama ini hilang di hidup saya: cinta yang sangat mendalam dari ibu untuk anaknya.  Ditinggal Ibu sejak kecil tak membuat saya sedih. Saya tidak merasa kehilangan sosok seorang Ibu, kamu tahu kenapa? karena saya masih sangat kecil untuk mengingat bagaimana seorang anak dicintai begitu dahsyatnya. Bagaimana bisa merasa kehilangan saat kita tidak pernah merasa memiliki?. Hidup berjalan normal tanpa merasa kurang. Sesekali memang terasa sedih jika melihat keluarga lain.  Saya ingat betul momen ketika saya merasa sangat sedih. Saat itu saya sedang di asrama kampus. Suatu ketika ibu teman saya datang membawakan makanan dan merapikan kasur di asramanya. Lalu saya berpikir, wah apa rasanya diperlakukan seperti itu?  Lalu datanglah gamila, anak saya yang seka