Skip to main content

Posts

Showing posts from 2023

Lika-liku Menyekolahkan Anak Usia Dini di Jepang

Sebagai ibu-ibu yang memutuskan sekolah, banyak sekali hal-hal yang patut dipikirakan, salah satunya adalah bagaimana menyekolahkan anak khususnya usia dini di negara tempat emaknya sekolah. Segala hal dipikirakan oleh emak-emak yang berujung dengan overthinking. Namun setelah dijalani ternyata so far so good.  Gamila, anak saya yang berumur 5 tahun, hingga saya mengetik post ini sudah bersekolah selama kurang lebih delapan bulan di Sapporo, Hokkaido, Japan. Selama kurun waktu delapan bulan banyak sekali hal yang terjadi terkait sekolah usia dini ini. Saya tidak akan membahas teknis bagaimana cara apply sekolah tapi hal-hal lain yang dirasakan emaknya atau anaknya selama sekolah di negeri orang yang beda bahasa, kultur dan cara pendidikan.  Adaptasi dan Sosialisasi  Perlu sekitar 4 bulan hingga Gamila tidak menangis saat saya drop off sekolah. Sebelum 4 bulan itu, perpisahan dengan gamila di sekolah selalu diiringi dengan tangis yang cukup heboh. Gurunya selalu memeluk sambil menahan

Pindahan (Lagi)

 "Be careful what you wish for"  Kayaknya itu kata yang tepat mewakili apa yang terjadi di saya setahun terakhir. Dulu pernah berucap "Mau S3 pas anaknya udah gedean dikit, biar anaknya bisa ngerasain sekolah di luar negri". Nah, akhirnya coba apply S3, baru ada rejeki pas anaknya udah TK. Sementara itu emaknya udah agak ketuaan sekolahnya.  Maret ini, tepatnya tanggal 17 Maret. Gamila pindah ke Sapporo. Dia akan sekolah di sekolah baru nanti tanggal 1 April 2023. Bismillah ya, saya sekolah ini dan pindah ke sini juga memberi manfaat positif buat Gamila. Gamila 5 tahun udah kenalan sama negara lain selain Indonesia. Semoga ini bisa jadi pijakan dia untuk melangkah lebih tinggi dibanding Ibu dan papa nya.  Seminggu setelah kami tiba di Sapporo, kecemasan-kecemasan saya terkait Gamila berkurang sedikit demi sedikit. Tidak disangka, ternyata dia santai-santai aja menghadapi udara dingin. Gak drama diajak commute naik kereta dan jalan kaki. Plus, juga makannya doyan (me

Me Time Empat Bulan Lamanya

Berpisah dengan keluarga (anak dan suami) adalah salah satu proses yang tidak bisa dihindari sebagai salah satu perjalanan sekolah lagi. Bagaimana perasaanya? wah nano-nano bun.  "Kok bisa sih ninggalin anak?" Begitulah respon mayoritas yang dilontarkan banyak orang. Susah dihindari dan sebenarnya sulit dijawab. Tapi sejauh ini saya punya support system yang baik sehingga meyakinkan saya untuk bisa berpisah sementara sama anak. Support system terbesar tentu saja suami saya, mertua, dan ipar. Gak usah cemas, karena ada papanya, orangtuanya juga yang merupakan tempat ternyaman Gamila, anak saya.  Di awal episode berpisah sementara dengan Gamila, tentu saja penuh drama. Minggu-minggu pertama saya di Sapporo, saya sering sekali menangis sambil berpikir apa yang saya cari hingga mau berpisah dengan anak. Seiring waktu, saya mulai bisa meregulasi emosi saya. Saya meyakinkan diri saya bahwa gak ada gunanya nangis-nangis, toh akan lebih baik kalo semua dijalanin dengan bahagia dan te