"Kok bisa sih ninggalin anak?"
Begitulah respon mayoritas yang dilontarkan banyak orang. Susah dihindari dan sebenarnya sulit dijawab. Tapi sejauh ini saya punya support system yang baik sehingga meyakinkan saya untuk bisa berpisah sementara sama anak. Support system terbesar tentu saja suami saya, mertua, dan ipar. Gak usah cemas, karena ada papanya, orangtuanya juga yang merupakan tempat ternyaman Gamila, anak saya.
Di awal episode berpisah sementara dengan Gamila, tentu saja penuh drama. Minggu-minggu pertama saya di Sapporo, saya sering sekali menangis sambil berpikir apa yang saya cari hingga mau berpisah dengan anak. Seiring waktu, saya mulai bisa meregulasi emosi saya. Saya meyakinkan diri saya bahwa gak ada gunanya nangis-nangis, toh akan lebih baik kalo semua dijalanin dengan bahagia dan tenang. Otak bisa berpikir dengan nyaman.
"Be present"
Dua kata itu diucapkan oleh teman saya dan benar-benar menggugah saya. Dimana kita berada saat ini, bagaimana situasinya, saya harus bersyukur dengan apa yang sudah ada. Kita nikmati nikmatnya musim gugur dan indahnya musim dingin di Sapporo. Anggap saja Long Distance dengan anak dan suami ini adalah masa me-time untuk merecharge stamina untuk mempersiapkan kondisi saat gamila ke sini nantinya, yang pastinya akan banyak perjuangan lainnya.
I am full and happy.
Siap menyambut kepindahan gamila di sini bulan depan. Reunited.
Comments
Post a Comment