Takut ke dokter gigi pasti berlaku bagi orang yang gak pernah sama sekali ke dokter gigi. Faktanya, sekali ke dokter gigi pasti minta dok sebelahnya benerin. Sebelahnya lagi dan seterusnya dan berhenti karena kantongnya kempes.
Saya pertama ke dokter gigi dengan keinginan sendiri kira-kira kelas 2 SMA. Kalo ga salah ingat, dulu ada lubang item kecil di geraham ujung kiri. Akhirnya dengan uang tabungan sendiri, ke rumah sakit daerah tempat saya tinggal dan minta ditambal. Saya inget banget, dulu ke dokter gigi ini bukan karena sakit, tapi karena mikir sebelum jadi tambah gede dan gede.
Setelah tambal pertama saat SMA, seinget saya.. gigi saya baik-baik saja sampai lulus kuliah. Saat fresh gradute, saya tinggal di Pontianak dan di sana tambalan saya copot dan sebagian gigi lubang. Katanya sih karena di sana kan apa-apa pakai air hujan yang sifatnya mengikis gigi. Terlebih lagi kadang main ke daerah gambut yang akhirnya asem. Tapi di Pontianak saya absen ke dokter gigi. Saya tahan-tahan ke dokter gigi dan akhirnya tambal lagi di Bogor.
Di Bogor, saya tambal dua gigi. seiring waktu sepertinya kualitas tambalannya gak oke, dan mengikis. Nah, sebelum berangkat untuk pertukaran pelajar ke jepang saya inisiatif tuh benerin gigi dulu. Daripada sakit di sana, pasti susah. Begitu dulu mikirnya.
Akhirnya saya ke dokter gigi dekat kosan. Ditambal dengan sangat singkat.
Nah, beberapa bulan di jepang terjadi sesuatu dengan gigi dan gusi. Di gusi kiri saya tumbuh daging tumbuh sebesar ujung kuku. Serem dong.... Saya ke klinik kampus dan disarankan ke klinik gigi. Di klinik ini, saya dioperasi kecil, dibedah dan diangkat daging tumbuhnya. Selanjutnya dirotgen. Berdasarkan hasil rotgen, ketahuan deh ternyata ada infeksi di akar gigi saya. Jadi, daging tumbuh itu adalah respon imunitas yang timbul akibat infeksi itu. Nah, infeksi tersebut usut punya usut diakibatkan oleh tambalan yang gak sempurna. Dih, serem kan.
Setelah tahu ada akar gigi yang rusak, akhirnya saya di-treatment berulang-ulang. Tambal lepas, di bor dan lain-lainnya hingga akhirnya ditambal lagi hingga bener lagi. Kalo ga salah, treatment dilakukan hampir 5-6 kali hingga akhirnya dikatakan finish.
Dari sini gejala ketagihan dimulai. Terlebih lagi dengan fasilitas asuransi sehingga murah banget biayanya, klinik yang nyamaaan sekali, dan dokter yang cakep banget kayak kenshin. Akhirnya, saya minta tambalin sebelahnya yang ada bolongnya sedikit. Lalu lanjut ke operasi karena hasil rotgen menunjukkan gigi geraham bungsu saya impaksi dengan posisi tumbuh tidur di dalam gusi. Operasi-pun dilaksanakan. Saat operasi ini yang saya inget, obat biusnya kurang kayaknya. Jadinya kerasa sakitttt banget 😐. Mungkin karena kesan terkahir pas operasi ini, saya memutuskan gak mau ke dokter gigi lagi.
Setelah itu, saya skip ke dokter gigi lagi hingga bulan kemarin saya sadar tambalan saya copot. Gigi geraham kiri menganga besar. Gak sakit sih, tapi kepikiran daripada kenapa-kenapa saya ke dokter gigi. Ada salah satu kenalan rekomendasiin saya untuk ke drg. Isyana yang ada di Banjarmasin. Dokter Isyana ini spesialis konservasi gigi, sehingga dijamin tambalannya gak sembarangan. Punya pengalaman buruk dengan tambal yang asal-asalan bikin saya nurut aja.
drg. Isyana ini ternyata sehari cuma nerima satu hingga dua pasien aja, jadi kudu reservasi dulu. Dan...emang dokternya enak. Untuk tambal satu gigi, kita perlu dua kali visit. Alhamdulillah ga ada masalah. Dokternya kayaknya emang terlatih banget. Alat-alatnya juga saya bilang canggih dibandingkan dengan dokter gigi kebanyakan.
Dikarenakan selama treatment si dokter liat kamera, jadi tau deh gigi kita gimana-gimana. Nah dari situ saya jadi mulai mikir gimana kalo benerin gigi sebelahnya dan sebelahnya. Satu lagi, saya dapat info gigi geraham kanan bawah saya impaksi juga. Kalo bisa dioperasi yaaa.. lah kan ..jadi nular-nular. Tapi untuk saat ini saya bisa agak nahan, karena kemarin nambal satu gigi (dua kali visit) biayanya 600 rb. Lumayan yess...
Comments
Post a Comment