Skip to main content

Budaya bersepeda di Tsukuba


Pada saat mendaftar di kegiatan exchange program ini, ada 6 syarat yang disebutkan di sana. Tapi, ada satu syarat terakhir yang membuat saya tersenyum yakni bisa mengendarai sepeda. Funny isnt?. Pada saat saya mengikuti sesi interview, saya sempat bertanya pada interviewernya, alasannya untuk hidup di Tsukuba sangat tersisksa jika tidak bisa mengendarai sepeda. 

Sesampainya di tsukuba, alasan tersebut 100 % benar. sepertinya, siksaan jika tidak bisa mengendarai sepeda di sini. Untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain di sini, lumayan jauh. Jalan kaki sangat tidak memungkinkan. Sebenarnya, ada juga bus kampus ala bus kuning UI. Tapi, busnya mungkin hanya 20 menit sekali. Terbayang kan waktu yang terbuang untuk menunggu bus. Apalagi di musim dingin begini. Brrrr.....

Hampir semua mahasiswa di sini menggunakan sepeda. Sepeda di mana-mana deh. Parkiran sepeda disediakan dimana-mana. Mahasiswa yang tidak menggunakan sepeda umumnya menggunakan mobil, yang notabene biaya parkir dan pajaknya sangat mahal. Di sini, untuk menempati apato alias kos-kosan harga lapak parkir yang harus dibayar juga mahal. Tak heran banyak yang memilih sepeda sebagai alat transportasi. Ada juga, teman saya yang lebih memilih mengendarai sepeda diabnading mobil karena lebih sehat. 

Ada juga pengguna motor di sini, tapi motor di sini sangat berbeda dengan di Indonesia. Jumlah  pengguna motor di sini sangat sedikit. Miris sekali, mengetahui kenyataan bahaw adi Indonesia jalanan penuh dengan motor yang dibuat oleh Jepang, padahal Jepang tidak menyarankan rakyatnya memakai motor. Motor di sini jok-nya sangat sempit. Dilarang menggunakan motor untuk dua orang. satu motor untuk satu orang. Motor yang berseliweran di sini umumnya adalah motor skutik atau motor gede. familiar sekali motor-motor mahal seperti harley, ducati berseliweran di sini. Tidak pernah saya melihat motor bebek ala Indonesia. 

Kembali ke sepeda. Meskipun bersepeda, cewek2 di sini tetap cantik dengan make-up, aksesoris dan tetap cantik pokoknya. Banyak juga yang bersepeda dengan high heels. Keren kaaan ? . Umumnya sepeda di sini, adalah sepeda dengan keranjang di depan. Berboncengan di sepeda dilarang. Meskipun sekali-sekali ada, tapi itu melanggar aturan.

Saking sudah terbiasanya naik sepeda di sini, orang-orang di sini bisa bersepeda sambil melakukan banyak hal. ngebut bersepeda mungkin jagonya mahasiswa di sini. apalagi saat rush hour, satu jalan bisa isinya sepeda. Buat saya yang minim kemmapuan atraksi, saat rush hour saya memili menuntun sepeda saya ketimbang sport jantung disalip sepeda-sepeda ngebut. Jika hari hujan, meskipun jalan di tsukuba naik turun dan berbelok-belok, mereka abisa loh besepeda sambil membawa payung. Jika hari terang, mereka bisa bersepeda sambil sms-an atau browsing. Pernah juga saya lihat, ada yang bersepeda sambil memainkan tabletanya. Hebat kan?

Selama saya di sini, saya pernah coba bersepeda sambil memegang payung, alhasil hampir nyebur kolam :P. 



Comments

Popular posts from this blog

Informasi Biaya Persalinan di Banjarbaru

"Setiap anak ada rejekinya masing-masing" Begitu kata banyak orang. Meskipun demikian, perencanaan juga perlu, termasuk perencanaan keuangan pas mau melahirkan. Perubahan fisik ibu hamil juga pasti menuntut biaya yang tidak sedikit. Bra udah mulai ganti model ke model menyusui, baju-baju tanpa kancing bukaan depan sudah mulai disimpan. Itu baru untuk ibu. Jangan lupa juga siap-siap untuk calon dedek bayi yakni peralatan sehari-hari juga bajunya.  Sudah banyak banget yang bahas daftar perlengkapan apa saja untuk menyambut kelahiran dedek bayi. Namun, gak banyak yang kasih info biaya persalinan di banjarbaru kan.  Nah, buat ibu-ibu yang lagi itung-itung biaya persalinan di sekitaran banjarbaru..nyoh tak kasih infonya :)  Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutiara Bunda, Martapura  Persalinan Caesar                         : 18-23 juta Persalinan Normal                        :   8-12 juta Paket Sudah termasuk obat, ruangan, dokter, dll. Rincian tersebut dibedakan te

Maju Mundur Ikut Program Hamil di Banjarmasin

Sebenernya pengen keep secret usaha promil saya karena males ditanya-tanya. Tapi gak ada salahnya di-share, siapa tau ada yang perlu cari-cari info tentang tentang program hamil terutama di kota yang gak gede-gede banget dan gak kecil-kecil banget yakni di Banjarbaru ato Banjarmasin. Semangat ini muncul karena ternyata postingan tentang test HSG saya juga banyak yang baca...jadinya makin semangat biar lebih banyak yang baca dan muncul kesadaran tentang apa-apa yang akan saya ceritakan terutama masalah infertilitas yang masih dianggap sebagai hal yang memalukan. Padahal, yaa menurut kami sama aja kayak penyakit biasa yang bisa disembuhkan dan selalu ada harapan kok.  *** Jadi, saya menikah Februari 2014. Setelah menikah kami LDR Bogor-Batu licin (Kalsel), karena saya masih kudu sekolah S2. Lalu saya pindah ke Banjarbaru, eh suami saya dipindah ke Kalbar tepatnya di Ketapang. Kalo gak salah hampir setahunan. Lalu, suami resign dan pindah ke Kalimantan Tengah. Jadi, mending deh ket

Cek HSG di RSUD Ulin Banjarmasin

Di blogpost kali ini, saya ingin cerita pengalaman saya cek HSG di RSUD Ulin Banjarmasin. Sharing tentang kegiatan TTC saya memang saya hindari selama ini. Tapi melihat informasi di internet yang minim tentang hal-hal berkaitan dengan usaha-usaha TTC di wilayah Kalimantan Selatan, saya jadi berubah pikiran. Saya akhirnya berfikir, siapa tahu artikel yang saya tulis bisa bermanfaat bagi banyak orang yang juga sedang berusaha untuk berusaha punya anak kayak saya. Biar saling menyemangati. Setelah hampir tiga tahun tak kunjung hamil, sudah cek ke dokter spesialis kesuburan dan dibilang normal, saya inisiatif sendiri untuk melakuakn cek HSG. Oh ya, cek HSG ini fungsinya untuk melihat apa ada penyumbatan di saluran indung telur. Di wilayah Banjarmasin,ada tiga rumah sakit yang melayani HSG. Pertama, RSUD ulin yang merupakan rumah sakit pemerintah. Kedua adalah RS sari mulia, Dan yang ketiga lupa hehheeh. Awalnya sih mikir mau ke RS Sari Mulia karena pasti pelayanannya baik, tapi