Gadis kecil itu terus menari. Biarpun hari sudah petang, gadis kecil yang berusia delapan tahun itu terus berlatih menari. Ya, dia sangat suka menari. Meskipun dia hanya tampil di acara perayaan tujuh belas agustus di kompleksnya, gadis itu sangat rajin berlatih menari. Ia terus mengikuti gerakan sang guru tarinya. Terus menari dan terus menari…………
*****
Beberapa jam sebelum dia tampil, gadis itu dan temannya yang lain berkumpul di tempat sang guru tari. Sang guru tari mendandani satu-persatu anak didik tarinya itu. Malam ini, murid-muridnya akan menampilkan tari tradisional yakni tari merak. Kostum hijau lengkap dengan selendang, dan aksesoris di kepala membuat semua muridnya cantik laksana merak. Termasuk sang gadis kecil itu.
Setelah selesai di-make up, seorang nenek datang ke tempat berkumpulnya para penari cilik itu. Rupanya nenek si gadis kecil itu.
“Cucu, sini dulu….”ujar sang nenek sambil menngulurkan tangannya.
“ Mbah,,kenapa sih????kan aku mau tampil?” Kata sang gadis kecil itu.
“ Sini, Ibu kamu pingin lihat kamu sebelum tampil”,kata sang nenek.
Sang gadis pun menuruti ajakan sang nenek. Rumahnya dekat dengan rumah sang guru tari, hingga tak perlu waktu lama untuk sampai rumah. Sang gadis kecil itu lalu masuk ke kamar ibunya. Ibunya duduk lemas pada bibir tempat tidur. Mengulurkan kedua tangan untuk memeluk sang gadis kecil.
“Anak ibu cantik sekali, ibu senang melihatnya”, kata sang Ibu.
“ Terima kasih Ibu”, timpal sang gadi kecil.
Ibunya lalu memeluknya dan memberi kecupan di kedua pipi sang gadis kecil. “Menarinya yang bagus ya sayang, maaf ibu tidak bisa menemanimu”.
“ Ah,,Ibu, gapapa Bu, nanti ada fotonya koq. Buru-buru nih bu….”, ucap si gadis kecil. “Assalamualaikum “, gadis itu mengucapkan salam pada ibunya sambil berlari kembali ke rumah sang guru tari. Gadis kecil itu sebenarnya sangat menginginkan ibunya melihatnya menari di pentas. Tapi sang gadis kecil itu tahu, ibunya sakit sehingga tidak mungkin sang ibu menemaninya. Meskipun sang gadis kecil sangat mengharapkannya.
Tibalah pada saatnya, sang gadis kecil menari di atas pentas dengan percaya diri. Sesekali gadis kecil itu melihat ke arah penonton mencari sang Ibu. Tapi percuma karena sang ibu terbaring lemah di ranjang. Sudah cukup lama si ibu si gadis kecil sakit. Tapi si gadis kecil tak tahu sakit apa yang diderita oleh ibunya. Gadis kecil itu hanya itu, bahwa sang ibu sakit. Si gadis kecil terus bertanya-tanya. Tapi mungkin dia terlalu kecil untuk memahaminya.
****
Tengah malam sekitar pukul dua dini hari, beberapa hari setelah malam pementasan itu, sang gadis kecil terbangun hendak ke kamar kecil. Tak sengaja sang gadis kecil melihat ibunya sedang duduk di bibir ranjang. Sang Ibu pun memanggil si gadis kecil.
“sayang sini,,,”, ucap sang ibu lirih.
“Kenapa Bu? Kok Ibu ga tidur?” Tanya sang gadis kecil.
Tanpa menjawab sang ibu mencium kedua pipi gadis kecil itu sambil berkata “Ga boleh ngambek lagi ya sekarang…”.
Sang gadis kecil pun diam dan hanya bisa tersenyum.
“Sudah sekarang kamu tidur lagi, Assalamualaikum”, ucap sang Ibu dengan lembut.
“Waalaikumsalam”, dan sang gadis kecilpun kembali ke tempat tidurnya dan terlelap.
****
Sang gadis kecil terbangun dari tidurnya. Jam masih menunjukkan pukul 03.30 WIB saat itu. Ada banyak suara gaduh yang membangunkkanya dan suara neneknya.
“Bangun,,,”, ucap sang nenek sangat lirih dengan air mata yang berlinang.
“Ibu kamu….”, ucap sang nenek lagi.
Seketika sang gadis menyadari apa yang terjadi. Ibunya tercinta telah wafat. Sang gadis kecil tidak menangis. Dia tidak sedih saat itu, atau mungkin belum terlalu mengerti akan semuanya. Gadis kecil itu tidak menangis. Tetapi ada kehampaan yang secara tiba-tiba terbentang di hidupnya,,,
****
Beberapa tahun kemudian, sang gadis tak lagi kecil. Sang gadis sudah beranjak dewasa. Dia terus menari, menari dan terus menari dalam menjalani kehidupannya. Ya, Dia sangat suka menari. Dia terus menari, berlari dan kadang terjatuh dalam menjalani kehidupannya. Namun, si gadis tetap menari diiringi irama kasih sayang sang Ibu yang dia yakin tak akan pernah hilang.
Picture taken from :yherlanti.wordpress.com
Comments
Post a Comment