Aku melangkahkan kakiku ke pintu otomatis di gedung ini. Gedung hijau ini bernama Wisma Silva yang merupakan milik perusahaan kehutanan dimana aku bekerja sekarang. Hawa sejuk Air conditioner seketika menetralisir panas dari luar gedung 12 lantai ini. Lobi gedung ini mulai ramai oleh orag yang berlalu lalang bersiap menuju meja kerja masing-masing. Aku melangkah malas menuju lantai tiga. Aku memilih untuk naik melalui tangga darurat ketimbang lift yang sudah pasti disesaki banyak orang pagi ini.
Lantai Tiga. Di lantai ini aku menghabiskan sebagian banyak waktuku. Dibandingkan dengan waktuku di tempat lain bahkan di kamar kostku, waktuku banyak tersita di sini. Di atas kertas tertulis jam kerjaku adalah pukul delapan pagi hingga pukul lima sore. Faktanya, aku setiap hari bisa pulang sekitar pukul delapan. Terkadang, jika mendekati akhir bulan aku juga akan menghabiskan waktuku di ruang rapat di lantai tiga ini.
Aku melangkahkan kakiku yang hari ini mengenakan heels lima sentimeter berwarna coklat, serasi dengan kemejaku yang berwarna krem. Aku menuju mesin finger print, masuk ke ruanganku dan duduk manis di kubikelku.
Aku melirik jamku, kulihat jarum jam menunjukkan pukul 07:40. Masih ada waktu 10 menit sebelum jam masuk kantor. Aku menyalakan komputerku, membuka Lotus notes dan kulihat kotak masuk surat. Ada beberapa surat dari Head office tentang rapat evaluasi kinerja departemen, email dari bosku berisi update laporan yang harus kurekap, dan beberapa email iseng dari teman-teman kantorku yang berisi informasi kesehatan.
Aku lalu melirik map merah yang tergeletak di sebelah kanan komputerku. Aku baru ingat, ada rapat dengan kepala departemen hari ini jam sepuluh. Untungnya, departemenku kali ini tak harus mempresentasikan laporan kinerja. Artinya, rapat kali ini aku bisa duduk santai mendampingi bosku menyaksikan laporan-laporan kinerja dari departemen lain.
Beberapa langkah dari kubikel Bagus, ada kubikel milik Adjie sang Idola lantai tiga. Siapa sih yang tak kenal Adjie. Bisa dipastikan seluruh perempuan lajang di gedung 12 lantai ini pasti mengenal dia. Adjie berkacamata, rambut ikal rapi yang setiap harinya pasti diolesi minyak rambut, wajah bersih, hidung mancung, dan karir cemerlang. Bagaimana tidak, dengan usianya yang baru menginjak 29 tahun, dia sudah diposisi asisten kepala di departemen Bussines Analyst. Sempurna bukan? , tak heran banyak perempuan yang naksir berat dengan Adjie termasuk aku.
Pukul Delapan. Satu persatu karyawan menempati kubikelnya masing-masing, Adjie salah satunya. Hari ini dia mengenakan kemeja berwarna abu-abu bergaris dan celana hitam rapi. Kemarin dia memakai kemeja warna merah tua yang membuatnya semakin terlihat tampan. Ah, tanpa kusadari aku bisa menghafal apa yang dia kenakan setiap hari.
Wajar bukan sebagai seorang yang naksir dia. Ya, cuma naksir atau suka, tidak lebih. Aku tahu betul bagaimana diriku yang serba pas-pasan. Meskipun tidak bisa dibilang jelek, rasanya aku tak cukup cantik untuk menjadi pasangan Adjie. Selera fashionku pas-pasan, kemampuan berdandan minim, bodi tak langsing tapi tidak bisa dibilang gemuk. Serba pas-pasan bukan. Termasuk masalah kepercayaan diriku untuk mendekati seorang pria, apalagi selevel Adjie.
"Pagi Erina, " sapa bosku yang saat ini berjalan menuju kubikelku.
" Pagi Pak."
"Kebetulan saya ada keperluan pagi ini jadi tidak bisa hadir untuk laporan kinerja bulanan. Kamu bisa kan wakilin saya? "
Aku mengangguk.
"Tenang saja, hari ini kita tidak perlu presentasi, jadi kamu dengarkan saja presentasi kinerja departemen lain. Saya tinggal dulu ya.. "
Lagi-lagi aku mengangguk. Aku mengarahkan kursor komputerku ke kotak masuk dan mencari email yang berisikan jadwal rapat untuk hari ini. Mmm, kulihat nama Adjie di situ yang akan mewakili departemennya melaporkan kinerja bulanannya. Aku bersemangat seketika.
Aku menuju ruang rapat yang juga terletak di lantai tiga, tak jauh dari kubikel kerjaku. Hampir semua perwakilan departemen sudah duduk melingkari meja besar.
Presentasi pertama adalah Departemen produksi yang lagi-lagi menjelaskan alasan tidak tercapainya target produksi bulan ini. Hujan lebat menyebabkan transportasi kayu dari lapang ke pelabuhan menjadi terhambat. Selain itu, hujan menyebabkan kanal-kanal di area Hutan Tanaman ini banjir.
Presentasi selanjutnya adalah dari departemen perlindungan. Jika kamu berfikir perlindungan disini adalah asuransi atau keamanan dari maling atau penjarah, kamu salah besar. Perindungan yang dimaksudkan di sini adalah perlindungan terhadap tanaman. Presentasi bulan ini dihiasi dengan keluhan adanya hama tikus yang menggerogoti bibit akasia yang ditanam di lapangan. Hmmm, ternyata hambatan itu bisa dari sesuatu yang tak kita sangka sebelumnya, salah satunya tikus ini.
Setelah Departemen perlindungan, sekarang giliran Departemen Bussines Analyst yang memberikan presentasi hasil kinerjanya. Dibandingkan dengan presentasi sebelumnya, tentunya aku lebih bersemangat.
Adjie beranjak dari tempat duduknya berjalan ke arah depan dan mengambil pointer yang tergeletak di meja yang terletak dekat papan presentasi, menggulung lengan kemejanya, dan menyampaikan salam pembukaan untuk presentasinya.
Aku menyaksikan rambutnya yang klimis dan mukanya yang bersih. Tampaknya dia mencukur kumis dan jenggotnya pagi ini. Hmm, ternyata aku memperhatikannya sedatail itu. Dia menyampaikan progress dari project yang dikembangkan departemenny auntuk menurunkan cost. Ada grafik-grafik penurunan pengeluaran yang disambut dengan senyum oleh Regional Manager. Adjie lalu mengarahkan pointer ke gambar-gambar lain yang menunjukkan perbaikan yang dijumpainya setelah projectnya dilaksanakan.
" Erina, pulang kantor makan bareng yuk?" . Aku mengenal betul suara yang bersumber dari belakang punggungku ini. Suara Adjie. Tanpa melihat siapa yang berbicarapun aku tahu si pemilik suara ini. Aku merekam jelas semua gerak-geriknya.
"Mmm, boleh " , jawabku pasti. Aku mengontrol emosiku agar tampak biasa dan terlihat berlebihan. Faktanya, rasanya kupu-kupu dalam perutku menari-nari berkoloni siap mengangkatku terbang.
"Oke. Jam lima aku tunggu di lobi lantai tiga ya", ucap Adjie sambil menarik senyumnya yang seketika membuatku tersenyum.
"Aku mengangguk", tak bisa lagi kusembunyikan senyumku. Sumpah, rasanya berdebar dan grogi. Aku melangkah menuju toilet, melihat kaca yang ada di depanku. Ah, kulihat dengan jelas mukaku memerah, bibirku tak bisa berhenti tersenyum.
Aku merapikan rambutku, menyisir. Kulakukan sekali lagi. Melihat ke cermin. Kusisir lagi rambutku. Bercermin lagi. Ah, aku overexcited. Aku meletakkan sisir, mengambil bedak, memoles bibirku dengan lipstick warna peach favoritku. Aku melirik jam tangan, kulihat jaru jam menunjukkan pukul empat. Ah, satu jam lagi aku akan berduaan dengan pangeran impianku, Adjie.
Jam lima kurang sepuluh. Aku mematikan komputerku lalu menuju toilet, merapikan kembali dandananku dan merapikan bajuku. Aku melangkah pasti menju lobi lantai tiga yang terletak tepat di depan lift. Aku belum melihat Adjie. Aku memilih duduk di sofa yang terletak di lobi ini. Tak lama kemudian aku melihat Adjie berjalan ke arahku sambil tersenyum. Lalu, entah siapa menepuk bahuku dari belakang.
"Erina, bangun. " Bagus, yang duduk di sampingku menepuk bahuku. "Bisa-bisanya sih kamu tidur di rapat ", bisiknya.
Ah aku terkejut. Ternyata aku tertidur. Entah berapa lama Makan berdua dengan Adjie cuma bunga mimpi. Tampaknya aku tertidur cukup lama. Aku melihat agenda rapat dan jam tangan. Ini sudah presentasi terakhir. Ah, malu sekali. Pastilah banyak orang yang memperhatikan aku tertidur tadi.
Pukul dua belas. Rapat kinerja telah selesai. Semua peserta rapat meninggalkan tempat tidur masing-masing kembali ke meja kerjanya termasuk aku. Setelah merapikan beberapa catatan aku mengikuti yang lain meninggalkan ruangan ini dan menuju kubikelku. Kulihat beberapa kubikel sudah kosong karena jam sudah menunjukkan waktu istirahat.
" Tidurnya nyenyak tadi? " Ah suara itu. Aku mencari sumber suara yang tak lain adalah Adjie yang lewat depan kubikelku. Kurasakan mukaku memerah karena malu.Aku tak menjawab. Serba salah. Dia berlalu dan kurasa dia juga tak mengharapkan jawabanku sepertinya.
Aku lihat Adjie berjalan ke arah lobi lantai tiga ini menuju ke lift, mencari makan siang mungkin. Hmm, mungkinkah kejadian seperti mimpi tadi menjadi kenyataan, jalan berdua dan memiliki kesempatan ngobrol atau memang itu cuma mimpi. Ah, tak tahu. Biarlah waktu berjalan dan menjawab dan lantai tiga ini menjadi saksi.
Bersambung (mungkin).....
Menulis cerita ini sambil bernostalgia masa-masa bekerja dulu yang tugasnya cuman lihat orang presentasi, nyiapin catatan dll (persis iklan 3). Menulis dengan cepat, kaena merasakan bagaimana bersemangatnya menjadi secret admirer. Oh ya, sayangnya di kantor dulu tak ada orang ganteng. Cerita ini ditulis saat bosen sedari pagi utak-atik proposal. Saya hanya mendapatkan 3 paragraf yang tak sempurna untuk proposal sedari pagi. Tapi, saya menulis ini dalam waktu setengah jam saja. Andai menulis tesis bisa selancar berkhayal seperti menulis cerpen. Smoga saja...
Erina, sudah sampai mana progres tesis kamu? :P
ReplyDeletesemangat sapii tesisnya..
ReplyDeletegw selalu menikmati cerpen yg sapi bikin :)