Akhir Juli, 1999
Wanita itu menegakkan kepalanya yang lama tertunduk. Setelah sekian lama ia bermain sandiwara saat semua rekan dan sahabat datang ke rumah dukanya datang untuk menyampaikan belasungkawa kepada suaminya yang baru saja meninggal. Suaminya Teddy Gondowijoyo, seorang pengusaha kaya negeri ini yang sudah berusia 60 tahun, dan dia satu-satunya istri sah.
Wanita itu lalu memencet tombol-tombol angka yang ada di ponselnya.
“ Jeng Dina, perhiasan yang ibu tawarkan kemarin saya akan membelinya”, ujar sang wanita itu.
“ Tapi harganya tidak bisa ditawar lagi, sudah pas”, balas suara dari ujung telepon itu.
“ Tenang Jeng, saya tidak akan menawar. Harga yang ditawarkan jeng Dina sudah pasti saya bisa bayar. Barangnya bisa dikirimkan sekarang juga?”, tanyanya sambil mencoret-coret kertas di hadapannya menghitung berapa harta warisan yang akan diperolehnya sepeninggal sang suami.
“ Wah kalau belum ada uang muka saya belum bisa memberikan barangnya”, terdengar nada meninggi dari suara telepon itu.
“Lho, Jeng tenang saja. Minggu depan saya pasti sudah bisa membayar cash semua perhiasannya. Toh, hanya beberapa ratus juta saja kan? Ah, hanya segelintir dari warisan yang saya peroleh dari Almarhum suami saya jeng..”.
“Ok kalau begitu”, kata suara yang terdengar dari telepon yang diikuti suara klik tanda koneksi telepon ditutup.
Wanita itu tersenyum puas. Tak sabar menentikan minggu depan saat pembacaan wasiat almarhum suaminya oleh pengacara keluarga mereka.
======
Awal Juli, 1999
“ Bagaimana dengan Istri Anda Pak?”, Roy sang pengacara takjub atas surat wasiat yang dibuat kliennya Teddy Gondowijoyo.
“Ah, biar saja. Dari awal menikah dia tak pernah mencintaiku hanya mengincar kekayaanku”, jawab Teddy Gondowijoyo tegas sambil memandang kosong ke depan. “Aku hanya ingin punya keturunan saat menikahinya. Tapi Dokter sudah memvonisku mandul”.
“Satu hal lagi, umumkan surat wasiat ini seminggu setelah kematianku nanti”, tambahnya kepada pengacaranya sambil menandatangani selembar kertas wasiat terakhirnya. Dalam surat wasiatnya itu, tak sepeserpun uang yang dimilikinya diberikan kepada istrinya, tapi ia serahkan semuanya kepada lembaga sosial.
=====
Akhir Juli, 1999
“Setelah menderita penyakit stroke yang cukup lama, Pengusaha kaya Teddy Gondowijoyo dikabarkan meninggal di salah satu Rumah Sakit di Singapura setelah beberapa hari mendapatkan perawatan intensif….”, ujar penyiar berita membuka berita petang di sebuah stasiun televisi terkenal.
Comments
Post a Comment