Tak ada yang lebih baik dilakukan saat hujan kecuali merenung. Merenung tentang hari-hari yang kadang mendung, atau penuh senyum. Tak ada waktu lebih baik untuk melamun kecuali hujan. Hujan bisa membuat simpul senyum di wajahmu atau bisa juga membuat matamu tergenang sedih, seperti yang terjadi padaku saat ini.
Hujan ini membuatku diam sempurna menunggu kamu yang tak datang jua. Aku menunggumu lama. Aku menunggu kabarmu, namun tak kunjung aku dapatkannya. Tapi apa yang kulakukan? aku diam sambil menatap hujan. Aku sesekali tersenyum menatap hujan, menicptakan keindahan sendiri dari hujan ini. tapi aku juga bersedih menatap hujan ini. Ah hujan, kau mencabik suasana hatiku sungguh.
Hujan ini aku menunggu kamu. Satu jam...dua jam... Kamu lama sekali. Tapi tahukah kamu aku tetap menunggumu di hujan ini. Kamu lama sekali. Lalu aku melihat dia.
Aku melihat dia. Dia, lelaki yang membawa payung besar berwarna-warni. Lalu aku melihatnya tersenyum padaku. Aku serasa mengenal wajahnya. Wajahnya tak asing buatku. Senyumnya mengingatkanmu padaku. Aku terus melihatnya, melihat dia dengan payung penuh warnanya. Lalu dia menghampiriku dan menawarkan payungnya padaku.
" Aku seperti mengenalmu", kataku ragu kepada dia saat dia menawarkan berteduh bersama di payungnya.
"Mungkin ", jawab dia seraya tersenyum. "Tapi itu tidak penting, yang penting sekarang kamu tidak lagi kebasahan karena hujan".
Aku ragu, tapi aku mendekat padanya. Berteduh di bawah payungnya.
"Mau minum kopi denganku? ", tanya lelaki payung itu.
"Aku seperti mengenalmu", kataku pada dia
" Itu tidak penting. Mau minum kopi bersamaku?", tanyanya lagi.
Aku mengangguk. Sambil pikiranku berputar-putar, mencoba menggali ingatanku dimana aku bertemu pria ini sebelumnya. Apakah ini de ja vu, atau aku benar-benar pernah bertemu dengannya, atau hanya perasaanku saja. Ah aku bingung.
"Suka kopinya?", dia memecah keheningan.
Aku mengangguk.
"Hujan sudah reda. Kamu bisa melanjutkan perjalananmu". kata dia sambil tersenyum menatap lekat mataku.
Aku hanya terdiam. Aku melihat dia tepat di matanya. Aku kenal dia, lelaki yang menawarkan payungnya ini. Tapi aku lupa dia siapa dan dari dunia mana.
"Aku pergi. Lanjutkan perjalanmu menemui dia. Hati-hati ". Dia pergi sambil meninggalkan sejumlah uang utuk dua cangkir kopi yang kita minum, mengambil payungnya lalu pergi.
Aku masih duduk di sini. Melihat punggung pria yang meminjamkan payungnya ini berlalu. Siapa dia? aku belum tahu jawabannya. Lelaki ini ada untuk meneduhkanku dari hujan sembari menunggumu. Lalu lelaki ini menawarkan kopi untuk mentrentamkanku.
" Aku seperti mengenalmu", kataku ragu kepada dia saat dia menawarkan berteduh bersama di payungnya.
"Mungkin ", jawab dia seraya tersenyum. "Tapi itu tidak penting, yang penting sekarang kamu tidak lagi kebasahan karena hujan".
Aku ragu, tapi aku mendekat padanya. Berteduh di bawah payungnya.
"Mau minum kopi denganku? ", tanya lelaki payung itu.
"Aku seperti mengenalmu", kataku pada dia
" Itu tidak penting. Mau minum kopi bersamaku?", tanyanya lagi.
Aku mengangguk. Sambil pikiranku berputar-putar, mencoba menggali ingatanku dimana aku bertemu pria ini sebelumnya. Apakah ini de ja vu, atau aku benar-benar pernah bertemu dengannya, atau hanya perasaanku saja. Ah aku bingung.
"Suka kopinya?", dia memecah keheningan.
Aku mengangguk.
"Hujan sudah reda. Kamu bisa melanjutkan perjalananmu". kata dia sambil tersenyum menatap lekat mataku.
Aku hanya terdiam. Aku melihat dia tepat di matanya. Aku kenal dia, lelaki yang menawarkan payungnya ini. Tapi aku lupa dia siapa dan dari dunia mana.
"Aku pergi. Lanjutkan perjalanmu menemui dia. Hati-hati ". Dia pergi sambil meninggalkan sejumlah uang utuk dua cangkir kopi yang kita minum, mengambil payungnya lalu pergi.
Aku masih duduk di sini. Melihat punggung pria yang meminjamkan payungnya ini berlalu. Siapa dia? aku belum tahu jawabannya. Lelaki ini ada untuk meneduhkanku dari hujan sembari menunggumu. Lalu lelaki ini menawarkan kopi untuk mentrentamkanku.
Sudah tak tampak lagi di pandanganku, lelaki yang meminjamkan payungnya itu. Langit sudah bersinar, matahari sudah menampakkan sinarnya. Hujan sudah reda. Lalu, aku melihatmu, ya kamu yang aku tunggu.
Kamu lantas masuk ke kedai kopi ini dan berkata.
"Maaf lama menunggu.."
"Tak masalah". Kataku sambil tersenyum menatapmu dan mencoba berbincang denganmu sambil melupakan lelaki yang meminjamkan payungnya padaku serta menemaniku menghabiskan secangkir kopi.
Comments
Post a Comment