Pada hari Kamis (16 Juni 2010), saya nonton bioskop juga setelah sekian lama tidak pernah menjejakkan kaki di karpet XXI studio (hahhaha..lebay poll). Awalnya saya dan sahabat saya berencana menyaksikan film Hati Merdeka, yang merupakan film terakhir dari trilogi merah putih. Tapi pada saat detik-detik terakhir, kami berubah haluan menyaksikan film Serdadu Kumbang.
Secara pribadi, alasan terbesar saya ingin menyaksikkan serdadu kumbang ini adalah karena film ini adalah film produksi Alenia yang saya yakin seperti film-film yang diproduksi sebelumnya (Denias, King, dan Tanah Air Beta) pasti menyajikan cerita ringan yang mendidik serta menyuguhkan pemandangan alam Indonesia dan budaya masyarakat yang luar biasa.
Hipotesis saya bahwa film ini akan mengeksplor pemandangan alam yang luar biasa terbukti benar!, hal ini tampak dari suguhan topografi, padang rumput di bima yang luar biasa dan menjadikan ini sebagai daftar impian saya untuk menuju ke sana, yakni daerah Sumbawa di Nusa Tenggara Barat. Selain itu pada awal film diceritakan legenda meletusnya Gunung Tambora yang fantastis, yang bisa membuat decak kagum kedahsaytan Gunung yang terletak di NTB tersebut.
Oke, ke inti film.
Secara pribadi, alasan terbesar saya ingin menyaksikkan serdadu kumbang ini adalah karena film ini adalah film produksi Alenia yang saya yakin seperti film-film yang diproduksi sebelumnya (Denias, King, dan Tanah Air Beta) pasti menyajikan cerita ringan yang mendidik serta menyuguhkan pemandangan alam Indonesia dan budaya masyarakat yang luar biasa.
Hipotesis saya bahwa film ini akan mengeksplor pemandangan alam yang luar biasa terbukti benar!, hal ini tampak dari suguhan topografi, padang rumput di bima yang luar biasa dan menjadikan ini sebagai daftar impian saya untuk menuju ke sana, yakni daerah Sumbawa di Nusa Tenggara Barat. Selain itu pada awal film diceritakan legenda meletusnya Gunung Tambora yang fantastis, yang bisa membuat decak kagum kedahsaytan Gunung yang terletak di NTB tersebut.
Oke, ke inti film.
Secara kesuluruhan film yang mengangkat kehidupan sederhana Amed, seorang siswa SD yang memiliki kekurangan fisik berupa bimbing sumbing sebagai tokoh utama ini, mengangkat tema pendidikan yang sepertinya sengaja ditayangkan di tengah kontroversi sistem ujian nasional yang dianggap tidak kredibel menentukan kelulusan siswa. Dikisahkan juga, ternyata dengan sistem ujian nasional yang sekarang banyak membuat siswa maupun orangtua terbebani dengan sistem yang ada. Contohnya saja, dengan mempercayai hal-hal mistis seperti menggantungkan cita-citanya di suatu pohon yang dianggap keramat bahkan meminta bantuan dukun agar bisa memperoleh kelulusan.
Cara kekerasan fisik untuk mendisiplinkan siswa dengan lulus ujian nasional juga diangkat di film ini. Hal ini juga menjadi kritik keras kepada sistem pendidikan nasional atau guru yang masih menggunakan tindakan fisik sebagai hukuman tindakan indisipliner yang pada film ini ditunjukkan dengan jelas bahwa hal ini tidak akan membuat efek positif, tapi malah sebaliknya yakni keterpaksaan dan ketakutan siswa.
Adegan mengharukan di film ini adalah ketika Smodeng, kuda peliharaan keluarga Amek harus dijadikan tebusan keteledoran sang Ayah bertepatan pada saat Amek yang jago menunggang kuda ini akanmengikuti pertandingan balap kuda di daerahnya. Namun, akhirnya sang kuda berhasil kembali yang diketahui ternyata Minun (saudara perempuan Amed) yang menebus kuda itu dengan menggunakan tabungannya.
Klimaks film ini yang juga merupakan kritik keras terhadap ujian nasional pada film ini adalah pada saat Minun (saudara perempuan Amek), yang meninggal akibat tak langsung dari kegagalannya lulus pada ujian Nasional, padahal sehari-harinya adalah siswa pandai dan juara beberapa olimpiade matematika pada tingkat daerahnya. Di kejadian inilah semua mempertanyakan bagaimana kelayakan UN yang semata dijadikan prasyarat kelulusan.
Jika dibandingkan dengan Denias, menurut saya film ini kalah unggul. Tetapi, secara keseluruhan, menurut saya film ini cukup baik dengan menyuguhkan banyak pelajaran yang patut dipetik seperti keberanian mempunyai impian, kesederhanaan, dan kemauan untuk belajar.
NB:
Soundtrack film ini keren lho!. Dinyanyikan oleh Ipang judulnya serdadu kumbang ^^
Cara kekerasan fisik untuk mendisiplinkan siswa dengan lulus ujian nasional juga diangkat di film ini. Hal ini juga menjadi kritik keras kepada sistem pendidikan nasional atau guru yang masih menggunakan tindakan fisik sebagai hukuman tindakan indisipliner yang pada film ini ditunjukkan dengan jelas bahwa hal ini tidak akan membuat efek positif, tapi malah sebaliknya yakni keterpaksaan dan ketakutan siswa.
Adegan mengharukan di film ini adalah ketika Smodeng, kuda peliharaan keluarga Amek harus dijadikan tebusan keteledoran sang Ayah bertepatan pada saat Amek yang jago menunggang kuda ini akanmengikuti pertandingan balap kuda di daerahnya. Namun, akhirnya sang kuda berhasil kembali yang diketahui ternyata Minun (saudara perempuan Amed) yang menebus kuda itu dengan menggunakan tabungannya.
Klimaks film ini yang juga merupakan kritik keras terhadap ujian nasional pada film ini adalah pada saat Minun (saudara perempuan Amek), yang meninggal akibat tak langsung dari kegagalannya lulus pada ujian Nasional, padahal sehari-harinya adalah siswa pandai dan juara beberapa olimpiade matematika pada tingkat daerahnya. Di kejadian inilah semua mempertanyakan bagaimana kelayakan UN yang semata dijadikan prasyarat kelulusan.
Jika dibandingkan dengan Denias, menurut saya film ini kalah unggul. Tetapi, secara keseluruhan, menurut saya film ini cukup baik dengan menyuguhkan banyak pelajaran yang patut dipetik seperti keberanian mempunyai impian, kesederhanaan, dan kemauan untuk belajar.
NB:
Soundtrack film ini keren lho!. Dinyanyikan oleh Ipang judulnya serdadu kumbang ^^
Comments
Post a Comment