Setelah beberapa saat kemarin saya gandrung belajar psikologi, kali ini saya terpengaruh apa lagi jadi berkeinginan belajar sejarah dan budaya. Dan hasil keinginan tak berdasar tersebut saya membeli dua buku hari ini. Buku pertama yang saya beli berjudul “ Kebudayaan Indis” karya Djoko Soekiman dan buku “Petualangan Antropologi” tulisan Sugeng Pujileksono.
Dan…..jeng..jeng buku yang berjudul Kebudayaan Indis yang pada intinya membahas perkawinan budaya pribumi (jawa) dengan Eropa ini saya suka sekaliiiiii. Ada juga surprise dari buku ini, yakni fakta yang mengkisahkan sejarah Kota Pasuruan pada zaman Belanda dulu, dan saya baru dengar (sumpah!). Lalu saya searching di google tentang pasuruan, dan ternyata oh ternyata banyak sejarahnya dan saya baru tahu (norak banget, kemana aja ya saya selama ini padahal sudah 9 tahun hidup di Pasuruan).
And the story begin…..
Kota pasuruan, adalah sebuah kota (baca: kota kecil menurut penulis) terletak sekitar 75 km sebelah Tenggara kota Surabaya. Sempet beberapa kali saya mendengar selenting-selenting kejayaan kota ini zaman dahulu, tapi yaaa saya gitu langsung lupa deh.
Buka-buka halaman buku yang baru dibeli, eh ternyata kota Pasuruan ini dulu sangat berjaya. Bahkan kota Pasuruan di buku ini dibandingkan dengan kota-kota pelabuhan lain yakni Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Dalam buku yang berjudul “Pasuruan Cite du Sucre” (embuh apa artinya), disebutkan bahwa pasuruan mulai berkembang sejak kedatangan Untung Surapati yang saat itu membangun benteng pertahanan di Bangil, Dermo, Pasuruan, dan Panangguhan. Lalu 28 September 1760, Untung Surapati terluka dalam pertempuran di Bangil lalu meninggal di keraton Pasuruan. Sejak itulah, Belanda mulai menduduki Pauruan di bawah pimpinan Govert Knol.
Pada awal abad 19, Pasuruan dijadikan daerah pusat penanaman tebu besar-besaran dan djadikan sebagai kota gula. Sejak itu, dibangun pelabuhan modern pada zamannya di Sungai Gembongan (Somebody, please tell me…where it is), lalu selanjutanya didirikan pula pusat penelitian gula, pabrik konstruksi besi, pabrik katun, dan pabrik dokar. Lalu gedung pusat penelitian katun, penggilingan padi, dan transformator listrik dibangun menyusul berkembangnya kota ini. Hmmm…terbayang betapa majunya kan kota ini masa lulu. Selanjutnya dibangun juga jalur kereta api dari Surabaya Malang, yang pada prosesnya menyebabkan kurang lebih 10.000 jiwa meninggal akibat kerja rodi.
Kemajuan dari segi ekonomi ini juga diikuti kemajuan segi infrastruktur. Mengacu pada kota-kota pelabuhan yang struktur kotanya menghadap ke utara, begitulah arsitektur kota Pasuruan. Jalan utama saat itu adalah jalan Gajah Mada yang pada saat itu ditempati oleh pejabat-pejabat penting Belanda seperti residen, staff residen. Pada waktu itu pula, sudah dibangun saluran air limbah, resapan air penangkal banjir, air minum, tempat MCK untuk menjaga kebersihan kota ini.
Kehidupan kota pasuruan beserta pemandangan alamnya sangat menarik, sampai-sampai cerita keindahn pasuruan ini dituliskan oleh sastrawan keturunan belanda Louis Couperus dalam novelnya De Stile Kracht (Alam Gaib).
Struktur kota Pasuruan sangat teratur pada kala itu, tercantum pada gambar sbb (maaf gak jelas).
Okeeee…itulah sekelumit kejayaan kota Pasuruan, Nah, gara-gara tahu sejarahnya ini saya sekarang jadi penasaran dimana bekas-bekas kejayaan masa lalu itu. Apakah Pabrik tekstil Kancil Mas yang terletak di dekat sekolah SMA saya dulu adalah salah satu peninggalanya?, saya tidak tahu. Saya cari inpoh dulu ya ^^
# Kisah ini adalah sekelumit ulasan atau cerita singat adari buku kebudayaan Indis yang say abaca. Masih banyak lagiiii yang menarik. Tunggu saja pemirsa.
# Sebenarnya ada gambarnya, tapi internetnya kualitas sipuuut :(
Comments
Post a Comment