" Adek lagi apa?", ucap sang bapak kepada anaknya dari ujung telpon.
" Ah...ga tau ah. Adek gak mau ngomong lagi sama Bapak", ucap sang anak kesal.
" Kenapa Adek?, Bapak salah apa?", tanya sang bapak keheranan.
"Bapak jahat. Bapak gak pernah sayang sama adek. Bapak gak pernah ambilin raport adek. Bapak gak pernah ajak adek jalan-jalan. Bapak selalu sibuk sendiri. Bapak tidak pernah pulang kunjungi adek sama mama di rumah", ucap sang anak seraya menutup telpon.
Tuuut..tuuut...tuuut.... Suara nada putus dari telpon selular.
Bapak itu meletakkan telepon selularnya. Jiwanya yang tegar kini rapuh. Airmatanya mengalir dari pelupuk matanya. Sudah habis cara untuk meyakinkan anaknya betapa dia menyayangi anaknya. Diraihnya bolpin dan kertas lalu mulai menggoreskan kata demi kata.
Adek...Anak bapak tersayang...
Maafkan bapak yang tak sesuai harapan adek. Bapak tak bisa selalu menemanimu bermain, mengambil rapormu seperti teman-temanmu di sekolah. Kalau boleh bapak bercerita, sungguh bapak ingin ada selalu di samping adek. Bapak ingin selalu bisa bermain, belajar, atau bahkan tidur di samping adek.Bapak di sini, jauh dari adek dan mama demi sebuah alasan besar yakni karena bapak sungguh sangat sayang adek dan mama.
Di perantauan ini, setiap nafas adalah doa buat adek. Setiap keringat adalah cinta untuk adek dan mama. Bapak ada di sini karena sebuah alasan besar yakni cinta, yang nanti saat dewasa adek pasti mengetahuinya. Bapak hanya ingin mengatakan kepada adek bahwa Bapak sangat mencintai dan menyayangi adek dan mama. Mungkin cara bapak menyayangi adek berbeda dengan yang adek harapakan.
yang selalu menyayangimu Nak,
Bapak.
Bapak itu menutup buku hariannya. Mulutnya menyenandungkan doa dan bersiap menjadi nahkoda kapal untuk pelayaran berikutnya.
Comments
Post a Comment