Untuk memasuki gedung museum kita harus memasuki pintu tebal berwarna emas. Lalu, kita disuguhkan dengan pemandangan lobi menarik beratap tinggi berasitek khas belanda (Gambar 2) dan disambut dengan lantai kuno warna-warni yang cukup menarik (Gambar 3 dan 4). Untuk berkeliling museum tidak ada biaya yang dikenakan alias gratis. Hanya saja kita harus menitipkan barang bawaan kita di tempat yang telah disediakan.
Menurut informasi yang didapat melalui media interpretasi, gedung museum bank Indonesia dulunya merupakan kantor De Javanesche Bank (DJB) yang sudah beroperasi sejak tahun 1828 dengan model bangunan berbentuk huruf L. Pada tahun 1993, pada saat Bank Indonesia masih beroperasi di gedung ini, pemerintah DKI Jakarta menetapkan gedung ini sebagai cagar Budaya. Lalu, pada tahun 1999 gedung ini ditetapkan untuk menjadi Museum Bank Indonesia. Setelah seluruh pembangunan museum selesai pada tanggal 21 Juli 2009 museum ini diresmikan langsung oleh presiden RI, yakni Susilo Bambang Yudhoyono.
Kesan canggih dan modern pasti dirasakan dari semua pengunjung yang masuk ke Museum ini. Dengan alat audio visual yang lengkap saya rasa ini merupakan museum yang paling canggih dibandingkan museum lain yang pernah saya kunjungi. Berbeda dengan museum bank mandiri yang menyuguhkan pameran alat-alat perbankan dari kuno hingga modern, Museum Bank Indonesia lebih menyajikan informasi sejarah perekonomian Indonesia dari masa ke masa serta informasi lain terkait perbankan contohnya informasi numismatik dan alat-alat perbankan.
“Satu Karung Merica Berapa Budak?”
(ilustrasi : Perbudakan demi Rempah)
Sebuah kalimat yang terdapat di salah satu Museum yang menyadarkan saya betapa berartinya rempah-rempah pada zaman dahulu. Selain emas, kerang, dan porselen, rempah digunakan sebagai alatu tukar dalam kegiatan jual beli. Rempah-rempah inilah yang membuat bangsa kita tersohor melalui perdagangan antar bangasa serta merupakan penyebab utama penjajahan bangsa-bangsa asing ke Indonesia.
“Lorong Waktu Sejarah Indonesia”
(Perlengkapan Audio Visula di MBI untuk memberikan informasi sejarah)
Seperti mengulang pelajaran sejarah dari SD hingga SMA!. Yup, itulah di benak saya saat saya berjalan semakin lama di museum ini. Bagaimana tidak, satu persatu masa-masa penjajahan mulai dari penjajahan belanda, pertugis, jepang, masa kemedekaan, orde lama, orde baru dan krisis ekonomi tahun 1998 disuguhakn semua informasinya di sini. Khusus untuk masa krisis ekonomi, diberikan audio visual yang sangat menaruk dimana belasan televisi layar datar berukuran lebar dipasang berjajar diikuti dengan music yang menggambarkan betapa mencekammnya suasana krisis pada kala itu. Diceritakan juga belaasan bank yang tutup serta bankrutnya lini-lini perekonomian Indonesia. Pada beberapa sudut diletakkan pula layar sentuh yang memberikan kebebasan bagi kita untuk melihat informasi atau bahakan film terkait sejarah perekonomian Indonesia dari masa ke masa.
Numismatik Futuristik
(Suasana Ruangan Numismatik di MBI)
Kesan ruangan membosankan dipenuhi kertas lusuh dan koin yang biasa muncul saat mengunjungi ruang numismatic di museum serasa gilang saat mengunjungi museum ini. Tatanan ruangan modern dengan background hita membuat ruangan numismatic di museum ini lebih menarik. Kaca pembesar juga disediakan di setiap pajangan uang yang ada. Layar sentuh juga disediakan untuk siapa saja yang berminat menggali lebih dalam berbagi informasi numismatic Indonesia. Oh ya, ada satu yang menarik yakni koleksi mata uang dari berbagai negara yang diletakkan dala rak vertical yang sangat modern.
Juragan Emas
(Sensasi jadi Juragan Emas)
Ingin merasakan sensasi melihat setumpuk emas batangan bernilai triliunaan rupiah?, Museum Bank Indonesia tempatanya. Selain melihat, museum ini juga menawarkan memegang emas batanga seberat 13 kilo yang jika dirupiahkan senilai dengan beberapa milyar. Tertarik? Yuuuk kunjungi museum Bank Indonesia. Museum ini buka dari selasa hingga minggu dan tutup pada hari minggu seta hari libur nasional. Gratis Lho!!
Comments
Post a Comment