Dia berjalan di selasar pertokoan kota ini. Bola matanya terus berputar mencari sosok seseorang di setiap sudut bangunan kota ini. Sementara matanya terus mentari, otaknya tak henti berputar mengulang-ulang memori tentang seseorang itu. Lengkap di memorinya potret lelaki beralis tebal, berkulit sawo matang yang dulu selalu menemaninya. Lelaki berambut ikal itu juga pernah berjanji selalu ada untuknya.
“Hingga ujung waktu”, desah kata yang ditiupkan lelakinya itu di daun telinganya dengan mesra. Dia terus berjalan menelusur selasar pertokoan kota ini. Alas kakinya tak lagi ada di telapaknya, tapi tak ada rasa perih ataupun panas yang terasa, hanya rasa semangat membuncah mengiringinya terus berjalan mencari lelakinya itu.
Sudah berjam-jam dia berjalan menulusur selasar pertokoan kota ini. Dia berjalan berputar tak kenal lelah. Bola matanya terus beradu menatap setiap orang yang berlalu di hadapannya. Di pertokoan ini, terakhir ia melihat lelakinya. Lelaki yang dulu pernah menggenggam tangannya dan berucap “I Love You”.
Tiba-tiba dari langit, ia merasa tetesan air hujan membasahi rambutnya. Dia tersenyum, dia suka hujan. Hujan selalu mengingatkannya pada lelakinya yang dulu pernah memberikan jaketnya kepadanya untuk menahan dingin yang menusuk kulit. Dia tersenyum mengingat memori itu. Tetapi, dia tiba-tiba menangis mengingat hujan. Dia benci pada hujan, terutama hujan di sore itu.
***
Sore itu, dia berjalan menulusuri selasar pertokoan kota ini melawan gerimis yang turun. Dibawanya daftar belanja yang akan di bawa ke rumah. Dia tersenyum bahagia karena malam ini adalah malam special untuk dia dan lelakinya. Malam ini adalah malam ulang tahun perkawinan mereka. Dibuatnya rencana kejutan special dan makan malam special untuk sang lelakinya. Walau gerimis mendera, dia tak peduli karena yang dia pikirkan hanya malam special antara dia dan lelakinya. Gerimis semakin deras, semua daftar belanjaan sudah dibeli. Dia berteduh sebentar sembari menunggu hujan reda.
Dia melayangkan pandangnya ke salah satu sudut pertokoan. Rasanya hujan gerimis berubah menjadi air bah yang turun dari langit, tiupan anginpun serasa menjelma menjadi badai ketika dilihatnya lelakinya itu berdiri di salah satu sudut toko tepat di seberang jalan tempat dia berdiri sekarang. Dilihatnya lelakinya melingakarkan tangan pada pinggul seorang wanita yang berdiri rapat di sebelahnya.
****
Di antara hujan ini, Dia terus tersenyum mengingat kenangan indahnya bersama lelakinya. Dia pun tiba-tiba menangis mengingat kenangan menyakitkan sore itu di kala hujan di antara selasar pertokoan kota ini. Dia akhirnya lelah bergumul di antara tawa dan tangisnya. Dia lelah dan merebahkan badannya yang kusam di lantai pada sudut pertokoan ini , di sela pandangan jijik orang-orang yang lalu-lalang di sekitarnya.
Pontianak, 110411
Di Kala Hujan yang Syahdu...
“Hingga ujung waktu”, desah kata yang ditiupkan lelakinya itu di daun telinganya dengan mesra. Dia terus berjalan menelusur selasar pertokoan kota ini. Alas kakinya tak lagi ada di telapaknya, tapi tak ada rasa perih ataupun panas yang terasa, hanya rasa semangat membuncah mengiringinya terus berjalan mencari lelakinya itu.
Sudah berjam-jam dia berjalan menulusur selasar pertokoan kota ini. Dia berjalan berputar tak kenal lelah. Bola matanya terus beradu menatap setiap orang yang berlalu di hadapannya. Di pertokoan ini, terakhir ia melihat lelakinya. Lelaki yang dulu pernah menggenggam tangannya dan berucap “I Love You”.
Tiba-tiba dari langit, ia merasa tetesan air hujan membasahi rambutnya. Dia tersenyum, dia suka hujan. Hujan selalu mengingatkannya pada lelakinya yang dulu pernah memberikan jaketnya kepadanya untuk menahan dingin yang menusuk kulit. Dia tersenyum mengingat memori itu. Tetapi, dia tiba-tiba menangis mengingat hujan. Dia benci pada hujan, terutama hujan di sore itu.
***
Sore itu, dia berjalan menulusuri selasar pertokoan kota ini melawan gerimis yang turun. Dibawanya daftar belanja yang akan di bawa ke rumah. Dia tersenyum bahagia karena malam ini adalah malam special untuk dia dan lelakinya. Malam ini adalah malam ulang tahun perkawinan mereka. Dibuatnya rencana kejutan special dan makan malam special untuk sang lelakinya. Walau gerimis mendera, dia tak peduli karena yang dia pikirkan hanya malam special antara dia dan lelakinya. Gerimis semakin deras, semua daftar belanjaan sudah dibeli. Dia berteduh sebentar sembari menunggu hujan reda.
Dia melayangkan pandangnya ke salah satu sudut pertokoan. Rasanya hujan gerimis berubah menjadi air bah yang turun dari langit, tiupan anginpun serasa menjelma menjadi badai ketika dilihatnya lelakinya itu berdiri di salah satu sudut toko tepat di seberang jalan tempat dia berdiri sekarang. Dilihatnya lelakinya melingakarkan tangan pada pinggul seorang wanita yang berdiri rapat di sebelahnya.
****
Di antara hujan ini, Dia terus tersenyum mengingat kenangan indahnya bersama lelakinya. Dia pun tiba-tiba menangis mengingat kenangan menyakitkan sore itu di kala hujan di antara selasar pertokoan kota ini. Dia akhirnya lelah bergumul di antara tawa dan tangisnya. Dia lelah dan merebahkan badannya yang kusam di lantai pada sudut pertokoan ini , di sela pandangan jijik orang-orang yang lalu-lalang di sekitarnya.
Pontianak, 110411
Di Kala Hujan yang Syahdu...
Comments
Post a Comment